EKONOMETRIKA




1. RANGKUMAN !
BAB V
UJI ASUMSI KLASIK

Tidak semua data dapat diperlakukan dengan regresi. Jika data yang diregresi tidak memenuhi asumsi-asumsi yang telah disebutkan, maka regresi yang diterapkan akan menghasilkan estimasi yang bias. Jika hasil regresi telah memenuhi asumsi-asumsi regresi maka nilai estimasi yang diperoleh akan bersifat BLUE, yang merupakan singkatan dari: Best, Linear, Unbiased, Estimator. Best dimaksudkan sebagai terbaik. Hasil regresi dikatakan Best apabila garis regresi yang dihasilkan guna melakukan estimasi atau peramalan dari sebaran data, menghasilkan error yang terkecil. Perlu diketahui bahwa error itu sendiri adalah perbedaan antara nilai observasi dan nilai yang diramalkan oleh garis regresi. Jika garis regresi telah Best dan disertai pula oleh kondisi tidak bias (unbiased), maka estimator regresi akan efisien. Linear mewakili linear dalam model, maupun linear dalam parameter. Linear dalam model artinya model yang digunakan dalam analisis regresi telah sesuai dengan kaidah model OLS dimana variabel-variabel penduganya hanya berpangkat satu. Sedangkan linear dalam parameter menjelaskan bahwa parameter yang dihasilkan merupakan fungsi linear dari sampel. Secara jelas bila diukur dengan nilai rata-rata. Unbiased atau tidak bias, Suatu estimator dikatakan unbiased jika nilai harapan dari estimator b sama dengan nilai yang benar dari b. Artinya, nilai rata-rata b = b. Bila rata-rata b tidak sama dengan b, maka selisihnya itu disebut dengan bias. Estimator yang efisien dapat ditemukan apabila ketiga kondisi di atas telah tercapai. Karena sifat estimator yang efisien merupakan hasil konklusi dari ketiga hal sebelumnya itu.
Asumsi-asumsi seperti yang telah dituliskan dalam bahasan OLS di depan, adalah asumsi yang dikembangkan oleh Gauss dan Markov, yang kemudian teori tersebut terkenal dengan sebutan Gauss-Markov Theorem. Serupa dengan asumsi-asumsi tersebut, Gujarati (1995) merinci 10 asumsi yang menjadi syarat penerapan OLS.
Secara teoretis model OLS akan menghasilkan estimasi nilai parameter model penduga yang sahih bila dipenuhi asumsi Tidak ada Autokorelasi, Tidak Ada Multikolinearitas, dan Tidak ada HeteroskedastisitasApabila seluruh asumsi klasik tersebut telah terpenuhi maka akan menghasilkan hasil regresi yang best, linear, unbias, efficient of estimation (BLUE).

A. Uji Autokorelasi
A.1. Pengertian autokorelasi
Autokorelasi adalah keadaan dimana variabel gangguan pada periode tertentu berkorelasi dengan variabel gangguan pada periode lain. Sifat autokorelasi muncul bila terdapat korelasi antara data yang diteliti, baik itu data jenis runtut waktu (time series) ataupun data kerat silang (cross section). Hanya saja masalah autokorelasi lebih sering muncul pada data time series, karena sifat data time series ini sendiri lekat dengan kontinyuitas dan adanya sifat ketergantungan antar data. Sementara pada data cross section hal itu kecil kemungkinan terjadi. Asumsi terbebasnya autokorelasi ditunjukkan oleh nilai e yang mempunyai rata-rata nol, dan variannya konstan. Asumsi variance yang tidak konstan menunjukkan adanya pengaruh perubahan nilai suatu observasi berdampak pada observasi lain.

A.2. Sebab-sebab Autokorelasi
Terdapat banyak faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya masalah autokorelasi, namun dalam pembahasan ini hanya mengungkapkan beberapa faktor saja antara lain:
1. Kesalahan dalam pembentukan model, artinya, model yang digunakan untuk menganalisis regresi tidak didukung oleh teori-teori yang relevan dan
mendukung.
2. Tidak memasukkan variabel yang penting. Variabel penting yang dimaksudkan di sini adalah variabel yang diperkirakan signifikan mempengaruhi variabel Y.
3. Manipulasi data. Misalnya dalam penelitian kita ingin menggunakan data bulanan, namun data tersebut tidak tersedia. Kemudian kita mencoba menggunakan triwulanan yang tersedia, untuk dijadikan data bulanan melalui cara interpolasi atau ekstrapolasi.
4. Menggunakan data yang tidak empiris. Jika data semacam ini digunakan, terkesan bahwa data tersebut tidak didukung oleh realita.

A.3. Akibat Autokorelasi
Uraian-uraian di atas mungkin saja mengajak kita untuk bertanya tentang apa dampak dari autokorelasi yang timbul. Pertanyaan seperti ini tentu saja merupakan sesuatu yang wajar, karena kita tentu mempunyai pilihan apakah mengabaikan adanya autokorelasi ataukah akan mengeliminasinya. Meskipun ada autokorelasi, nilai parameter estimator (b1, b2,…,bn) model regresi tetap linear dan tidak bias dalam memprediksi B (parameter sebenarnya). Akan tetapi nilai variance tidak minimum dan standard error (Sb1, Sb2) akan bias. Akibatnya adalah nilai t hitung akan menjadi bias pula, karena nilai t diperoleh dari hasil bagi Sb terhadap b (t = b/sb). Berhubung nilai Sb bias maka nilai t juga akan bias atau bersifat tidak pasti (misleading).

A.4. Pengujian Autokorelasi
Pengujian autokorelasi dimaksudkan untuk menguji ada tidaknya autokorelasi, yaitu masalah lain yang timbul bila kesalahan tidak sesuai dengan batasan yang disyaratkan oleh analisis regresi. Terdapat beberapa cara untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi, antara lain melalui:

1. Uji Durbin-Watson (DW Test).
Uji Durbin-Watson yang secara popular digunakan untuk mendeteksi adanya serial korelasi dikembangkan oleh ahli statistik (statisticians) Durbin dan Watson. Formula yang digunakan untuk mendeteksi terkenal pula dengan sebutan Durbin- Watson d statistic, yang dituliskan sebagai berikut:




atau dapat pula ditulis dalam rumus sebagai berikut:
 

Dalam DW test ini terdapat beberapa asumsi penting yang harus dipatuhi, yaitu:
·         Terdapat intercept dalam model regresi.
·         Variabel penjelasnya tidak random (nonstochastics).
·         Tidak ada unsur lag dari variabel dependen di dalam model.
·         Tidak ada data yang hilang.
 

Langkah-langkah pengujian autokorelasi menggunakan uji Durbin Watson (DW test) dapat dimulai dari menentukan hipotesis. Rumusan hipotesisnya (H0) biasanya menyatakan bahwa dua ujungnya tidak ada serial autokorelasi baik positif maupun negatif.

2. Menggunakan metode LaGrange Multiplier (LM).
LM sendiri merupakan teknik regresi yang memasukkan variabel lag. Sehingga terdapat variabel tambahan yang dimasukkan dalam model. Variabel tambahan tersebut adalah data Lag dari variabel dependen. Dengan demikian model dalam LM menjadi sebagai berikut:
 
Variabel Yt-1 merupakan variabel lag 1 dari Y.
Variabel Yt-2 merupakan variabel lag 2 dari Y.

Lag 1 dan Lag 2 variabel Y dimasukkan dalam model ini bertujuan untuk mengetahui pada lag berapa problem otokorelasi muncul. Lag sendiri merupakan rentang waktu. Lag 1 menunjukkan adanya kesenjangan waktu 1 periode, sedang lag 2 menunjukkan kesenjangan waktu 2 periode. Periodenya tergantung pada jenis data apakah data harian, bulanan, tahunan. Lag 1 data harian berarti ada kesenjangan satu hari, lag 2 kesenjangan 2 hari dan seterusnya.


B. Uji Normalitas
Tujuan dilakukannya uji normalitas adalah untuk menguji apakah variabel penganggu (e) memiliki distribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas data dapat dilakukan sebelum ataupun setelah tahapan analisis regresi. Hanya saja pengalaman menunjukkan bahwa pengujian normalitas yang dilakukan sebelum tahapan regresi lebih efisien dalam waktu. Pengujian normalitas ini berdampak pada nilai t dan F karena pengujian terhadap keduanya diturunkan dari asumsi bahwa data Y atau e berdistribusi normal.

Beberapa cara dapat dilakukan untuk melakukan uji normalitas, antara lain:
1) Menggunakan metode numerik yang membandingkan nilai statistik, yaitu antara nilai median dengan nilai mean. Data dikatakan normal (simetris) jika perbandingan antara mean dan median menghasilkan nilai yang kurang lebih sama. Atau apabila nilai mean jika dikurangi nilai median menghasilkan angka nol. Cara inidisebut ukuran tendensi sentral (Kuncoro,2001: 41).
2) Menggunakan formula Jarque Bera (JB test), yang rumusnya tertera sebagai berikut:
 
dimana:
S = Skewness (kemencengan) distribusi data
K= Kurtosis (keruncingan) Skewness sendiri dapat dicari dari formula sebagai berikut:
 
 
Kurtosis dapat dicari dengan formula sebagai berikut:
 

3) Mengamati sebaran data, dengan melakukan hitungan-hitungan berapa prosentase data observasi dan berada di area mana. Untuk menentukan posisi normal dari sebaran data, langkah awal yang dilakukan adalah menghitung standar deviasi. Standar deviasi dapat dicari melalui rumus sebagai berikut:
 
C. Uji Heteroskedastisitas
C.1. Pengertian Heteroskedastisitas
Sebagaimana telah ditunjukkan dalam salah satu asumsi yang harus ditaati pada model regresi linier,adalah residual harus homoskedastis, artinya, variance residual harus memiliki variabel yang konstan, atau dengan kata lain, rentangan e kurang lebih sama. Karena jika variancenya tidak sama, model akan menghadapi masalah heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas muncul apabila kesalahan atau residual dari model yang diamati tidak memiliki varians yang konstan dari satu observasi ke observasi lainnya (Kuncoro, 2001: 112). Padahal rumus regresi diperoleh dengan asumsi bahwa variabel pengganggu (error) atau e, diasumsikan memiliki variabel yang konstan (rentangan e kurang lebih sama). Apabila terjadi varian e tidak konstan, maka kondisi tersebut dikatakan tidak homoskedastik atau mengalami heteroskedastisitas (Setiaji, 2004: 17)..

C.2. Konsekuensi Heteroskedastisitas
Munculnya masalah heteroskedastisitas yang mengakibatkan nilai Sb menjadi bias, akan berdampak pada nilai t dan nilai F yang menjadi tidak dapat ditentukan. Karena nilai t dihasilkan dari hasil bagi antara b dengan Sb. Jika nilai Sb mengecil, maka nilai t cenderung membesar. Hal ini akan berakibat bahwa nilai t mungkin mestinya tidak signifikan, tetapi karena Sb nya bias, maka t menjadi signifikan. Sebaliknya, jika Sb membesar, maka nilai t akan mengecil. Nilai t yang seharusnya signifikan, bisa jadi ditunjukkan menjadi tidak signifikan. Ketidakmenentuan dari Sb ini dapat menjadikan hasil riset yang mengacaukan.


C.3. Pendeteksian Heteroskedastisitas
Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas, dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti uji grafik, uji Park, Uji Glejser, uji Spearman’s Rank Correlation, dan uji Whyte menggunakan Lagrange Multiplier (Setiaji,2004: 18).

D. Uji Multikolinieritas
D.1. Pengertian Multikolinearitas
Multikolinieritas adalah suatu keadaan dimana terjadi korelasi linear yang”perfect” atau eksak di antara variabel penjelas yang dimasukkan ke dalam model.Tingkat kekuatan hubungan antar variabel penjelas dapat Ditrikotomikan lemah, tidak berkolinear, dan sempurna. Tingkat kolinear dikatakan lemah apabila masing-masing Variabel penjelas hanya mempunyai sedikit sifat-sifat yang sama. Apabila antara variabel penjelas memiliki banyak sifat-sifat yang sama dan serupa sehingga hampir tidak dapat lagi dibedakan tingkat pengaruhnya terhadap Y, maka tingkat kolinearnya dapat dikatakan serius, atau perfect, atau sempurna. Sedangkan Tidak berklinear jika antara variabel penjelas tidak mempunyai sama sekali kesamaan.
Sebagai gambaran penjelas, dapat dilihat pada gambar berikut ini:

 
D.2. Konsekuensi Multikolinearitas
Pengujian multikolinearitas merupakan tahapan penting yang harus dilakukan dalam suatu penelitian, karena apabila belum terbebas darimasalah multikolinearitas akan menyebabkan nilai koefisienregresi (b) masing-masing variabel bebas dan nilai standar error-nya (Sb) cenderung bias, dalam arti tidak dapat ditentukan kepastian nilainya, sehingga akan berpengaruh pula terhadap nilai t (Setiaji, 2004: 26). Logikanya adalah seperti ini, jika antara X1 dan X2 terjadi kolinearitas sempurna sehingga data menunjukkan bahwa X1=2X2, maka nilai b1 dan b2 akan tidak dapatditentukan hasilnya, karena dari formula OLS sebagaimana dibahas terdahulu,
 
akan menghasilkan bilangan pembagian
sehingga nilai b1 hasilnya tidak menentu. Hal itu akan berdampak pula pada standar error Sb akan menjadi sangat besar, yang tentu akan memperkecil nilai t.

D.3. Pendeteksian Multikolinearitas
Terdapat beragam cara untuk menguji multikolinearitas, di antaranya: menganalisis matrix korelasi dengan Pearson Correlation atau dengan Spearman’s Rho Correlation, melakukan regresi partial dengan teknik auxilary regression, atau dapat pula dilakukan dengan mengamati nilai variance inflation factor (VIF). Cara mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas dengan menghitung nilai korelasi antar variabel dengan menggunakan Spearman’s Rho Correlation dapat dilakukan apabila data dengan skala ordinal (Kuncoro, 2001: 114).
Sementara untuk data interval atau nominal dapat dilakukan dengan Pearson Correlation. Selain itu metode ini lebih mudah dan lebih sederhana tetapi tetap memenuhi syarat untuk dilakukan. Pengujian multikolinearitas menggunakan angka korelasi dimaksudkan untuk menentukan ada tidaknya multikolinearitas. Mengacu pendapat Pindyk dan Rubinfeld22, yang mengatakan bahwa apabila korelasi antara dua variabel bebas lebih tinggi dibanding korelasi salah satu atau kedua variabel bebas tersebut dengan variabel terikat.


2. Kesimpulan dari uraian bab diatas !
Uji Asumsi klasik adalah analisis yang dilakukan untuk menilai apakah di dalam sebuah model regresi linear Ordinary Least Square (OLS) terdapat masalah-masalah asumsi klasik. Secara teoretis model OLS akan menghasilkan estimasi nilai parameter model penduga yang sahih bila dipenuhi asumsi Tidak ada Autokorelasi, Tidak Ada Multikolinearitas, dan Tidak ada HeteroskedastisitasApabila seluruh asumsi klasik tersebut telah terpenuhi maka akan menghasilkan hasil regresi yang best, linear, unbias, efficient of estimation (BLUE).

3. Soal dan Jawaban !
a. Coba jelaskan apa yang dimaksud dengan asumsi klasik!
Jawab :  Uji Asumsi klasik adalah analisis yang dilakukan untuk menilai apakah di dalam sebuah model regresi linear Ordinary Least Square (OLS) terdapat masalah-masalah asumsi klasik.

b. Sebutkan apa saja asumsi-asumsi yang ditetapkan!
Jawab : Secara teoretis model OLS akan menghasilkan estimasi nilai parameter model penduga yang sahih bila dipenuhi asumsi Tidak ada Autokorelasi, Tidak Ada Multikolinearitas, dan Tidak ada Heteroskedastisitas. Apabila seluruh asumsi klasik tersebut telah terpenuhi maka akan menghasilkan hasil regresi yang best, linear, unbias, efficient of estimation (BLUE).

c. Coba jelaskan mengapa tidak semua asumsi perlu lakukan pengujian!
Jawab :  Tidak semua uji asumsi klasik harus dilakukan pada analisis regresi linier, karena sebagian hanya cukup diasumsikan saja, sedangkan sebagian yang lain dapat memerlukan test.

d. Jelaskan apa yang dimaksud dengan autokorelasi!
Jawab : Autokorelasi adalah keadaan dimana variabel gangguan pada periode tertentu berkorelasi dengan variabel gangguan pada periode lain. Sifat autokorelasi muncul bila terdapat korelasi antara data yang diteliti, baik itu data jenis runtut waktu (time series) ataupun data kerat silang (cross section).

e. Jelaskan kenapa autokorelasi timbul!
Jawab : Terdapat banyak faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya masalah autokorelasi, antara lain:
1. Kesalahan dalam pembentukan model, artinya, model yang digunakan untuk menganalisis regresi tidak didukung oleh teori-teori yang relevan dan
mendukung.
2. Tidak memasukkan variabel yang penting. Variabel penting yang dimaksudkan di sini adalah variabel yang diperkirakan signifikan mempengaruhi variabel Y.
3. Manipulasi data. Misalnya dalam penelitian kita ingin menggunakan data bulanan, namun data tersebut tidak tersedia. Kemudian kita mencoba menggunakan triwulanan yang tersedia, untuk dijadikan data bulanan melalui cara interpolasi atau ekstrapolasi.
4. Menggunakan data yang tidak empiris. Jika data semacam ini digunakan, terkesan bahwa data tersebut tidak didukung oleh realita.


f. Bagaimana cara mendeteksi masalah autokorelasi?
Jawab :
1. Uji Durbin-Watson (DW Test).
Uji Durbin-Watson yang secara popular digunakan untuk mendeteksi adanya serial korelasi dikembangkan oleh ahli statistik (statisticians) Durbin dan Watson. Formula yang digunakan untuk mendeteksi terkenal pula dengan sebutan Durbin- Watson d statistic, yang dituliskan sebagai berikut:
 
atau dapat pula ditulis dalam rumus sebagai berikut:
 
Dalam DW test ini terdapat beberapa asumsi penting yang harus dipatuhi, yaitu:
·         Terdapat intercept dalam model regresi.
·         Variabel penjelasnya tidak random (nonstochastics).
·         Tidak ada unsur lag dari variabel dependen di dalam model.
·         Tidak ada data yang hilang.
 
Langkah-langkah pengujian autokorelasi menggunakan uji Durbin Watson (DW test) dapat dimulai dari menentukan hipotesis. Rumusan hipotesisnya (H0) biasanya menyatakan bahwa dua ujungnya tidak ada serial autokorelasi baik positif maupun negatif.

2. Menggunakan metode LaGrange Multiplier (LM).
LM sendiri merupakan teknik regresi yang memasukkan variabel lag. Sehingga terdapat variabel tambahan yang dimasukkan dalam model. Variabel tambahan tersebut adalah data Lag dari variabel dependen. Dengan demikian model dalam LM menjadi sebagai berikut:
 
Variabel Yt-1 merupakan variabel lag 1 dari Y.
Variabel Yt-2 merupakan variabel lag 2 dari Y.

Lag 1 dan Lag 2 variabel Y dimasukkan dalam model ini bertujuan untuk mengetahui pada lag berapa problem otokorelasi muncul. Lag sendiri merupakan rentang waktu. Lag 1 menunjukkan adanya kesenjangan waktu 1 periode, sedang lag 2 menunjukkan kesenjangan waktu 2 periode. Periodenya tergantung pada jenis data apakah data harian, bulanan, tahunan. Lag 1 data harian berarti ada kesenjangan satu hari, lag 2 kesenjangan 2 hari dan seterusnya.

g. Apa konsekuensi dari adanya masalah autokorelasi dalam model?
Jawab :. Pertanyaan seperti ini tentu saja merupakan sesuatu yang wajar, karena kita tentu mempunyai pilihan apakah mengabaikan adanya autokorelasi ataukah akan mengeliminasinya. Meskipun ada autokorelasi, nilai parameter estimator (b1, b2,…,bn) model regresi tetap linear dan tidak bias dalam memprediksi B (parameter sebenarnya). Akan tetapi nilai variance tidak minimum dan standard error (Sb1, Sb2) akan bias. Akibatnya adalah nilai t hitung akan menjadi bias pula, karena nilai t diperoleh dari hasil bagi Sb terhadap b (t = b/sb). Berhubung nilai Sb bias maka nilai t juga akan bias atau bersifat tidak pasti (misleading).


h. Jelaskan apa yang dimaksud dengan heteroskedastisitas!
Jawab : Heteroskedastisitas muncul apabila kesalahan atau residual dari model yang diamati tidak memiliki varians yang konstan dari satu observasi ke observasi lainnya (Kuncoro, 2001: 112). Padahal rumus regresi diperoleh dengan asumsi bahwa variabel pengganggu (error) atau e, diasumsikan memiliki variabel yang konstan (rentangan e kurang lebih sama). Apabila terjadi varian e tidak konstan, maka kondisi tersebut dikatakan tidak homoskedastik atau mengalami heteroskedastisitas (Setiaji, 2004: 17)..

i. Jelaskan kenapa heteroskedastisitas timbul!
Jawab : Masalah heteroskedastisitas lebih sering muncul dalam data cross section dari pada data time series). Karena dalam data cross section menunjukkan obyek yang berbeda dan waktu yang berbeda pula. Antara obyek satu dengan yang lainnya tidak ada saling keterkaitan, begitu pula dalam hal waktu. Sedangkan data time series, antara observasi satu dengan yang lainnya saling mempunyai kaitan. Ada trend yang cenderung sama. Sehingga variance residualnya juga cenderung sama. Tidak seperti data cross section yang cenderung menghasilkan variance residual yang berbeda pula.

j. Bagaimana cara mendeteksi masalah heteroskedastisitas?
Jawab : Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas, dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti uji grafik, uji Park, Uji Glejser, uji Spearman’s Rank Correlation, dan uji Whyte menggunakan Lagrange Multiplier. Pengujian heteroskedastisitas menggunakan uji grafik, dapat dilakukan dengan membandingkan sebaran antara nilai prediksi variabel terikat dengan residualnya, yang output pendeteksiannya akan tertera berupa sebaran data pada scatter plot. Dengan menggunakan alat bantu komputer teknik ini sering dipilih, karena alasan kemudahan dan kesederhanaan cara pengujian, juga tetap mempertimbangkan valid dan tidaknya hasil pengujian. Pengujian heteroskedastisitas menggunakan uji Arch, dilakukan dengan cara melakukan regresi atas residual, dengan model yang dapat dituliskan e2 = a + bYˆ 2 + u . Dari hasil regresi tersebut dihitung nilai R2. Nilai R2 tadi dikalikan dengan jumlah sampel (R2 x N). Hasil perkalian ini kemudian dibandingkan dengan nilai chi-square (x2) pada derajat kesalahan tertentu. Dengan df=1 (ingat, karena hanya memiliki satu variabel bebas). Jika R2 x N lebih besar dari chi-square (x2) tabel, maka standar error mengalami heteroskedastisitas. Sebaliknya, jika R2 x N lebih kecil dari chi-square (x2) tabel, maka standar error telah bebas dari masalah heteroskedastisitas, atau telah homoskedastis.


k. Apa konsekuensi dari adanya masalah heteroskedastisitas dalam model?
Jawab : Munculnya masalah heteroskedastisitas yang mengakibatkan nilai Sb menjadi bias, akan berdampak pada nilai t dan nilai F yang menjadi tidak dapat ditentukan. Karena nilai t dihasilkan dari hasil bagi antara b dengan Sb. Jika nilai Sb mengecil, maka nilai t cenderung membesar. Hal ini akan berakibat bahwa nilai t mungkin mestinya tidak signifikan, tetapi karena Sb nya bias, maka t menjadi signifikan. Sebaliknya, jika Sb membesar, maka nilai t akan mengecil. Nilai t yang seharusnya signifikan, bisa jadi ditunjukkan menjadi tidak signifikan. Ketidakmenentuan dari Sb ini dapat menjadikan hasil riset yang mengacaukan.


l. Jelaskan apa yang dimaksud dengan multikolinearitas!
Jawab : Multikolinieritas adalah suatu keadaan dimana terjadi korelasi linear yang”perfect” atau eksak di antara variabel penjelas yang dimasukkan ke dalam model.Tingkat kekuatan hubungan antar variabel penjelas dapat Ditrikotomikan lemah, tidak berkolinear, dan sempurna.

m. Jelaskan kenapa multikolinearitas timbul!
Jawab :   Penyebab terjadinya Multikolinieritas adalah terdapat korelasi atau hubungan linieryang kuat diantara beberapa variabel predictor yang dimasukkan kedalam model regresi. Seperti : variabel-variabel ekonomi yang kebanyakan terkait sau dengan yang lain (intercorrelation)

n. Bagaimana cara mendeteksi masalah multikolinearitas?
Jawab : Terdapat beragam cara untuk menguji multikolinearitas, di antaranya: menganalisis matrix korelasi dengan Pearson Correlation atau dengan Spearman’s Rho Correlation, melakukan regresi partial dengan teknik auxilary regression, atau dapat pula dilakukan dengan mengamati nilai variance inflation factor (VIF). Cara mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas dengan menghitung nilai korelasi antar variabel dengan menggunakan Spearman’s Rho Correlation dapat dilakukan apabila data dengan skala ordinal (Kuncoro, 2001: 114).
Sementara untuk data interval atau nominal dapat dilakukan dengan Pearson Correlation. Selain itu metode ini lebih mudah dan lebih sederhana tetapi tetap memenuhi syarat untuk dilakukan. Pengujian multikolinearitas menggunakan angka korelasi dimaksudkan untuk menentukan ada tidaknya multikolinearitas. Mengacu pendapat Pindyk dan Rubinfeld22, yang mengatakan bahwa apabila korelasi antara dua variabel bebas lebih tinggi dibanding korelasi salah satu atau kedua variabel bebas tersebut dengan variabel terikat.


o. Apa konsekuensi dari adanya masalah multikolinearitas dalam model?
Jawab : Pengujian multikolinearitas merupakan tahapan penting yang harus dilakukan dalam suatu penelitian, karena apabila belum terbebas dari masalah multikolinearitas akan menyebabkan nilai koefisien regresi (b) masing-masing variabel bebas dan nilai standar error-nya (Sb) cenderung bias, dalam arti tidak dapat ditentukan kepastian nilainya, sehingga akan berpengaruh pula terhadap nilai t (Setiaji, 2004: 26).


p. Jelaskan apa yang dimaksud dengan normalitas!
Jawab :  Uji normalitas adalah untuk menguji apakah variabel penganggu (e) memiliki distribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas data dapat dilakukan sebelum ataupun setelah tahapan analisis regresi.

q. Jelaskan kenapa normalitas timbul!
Jawab :  Penyebab terjadinya kasus normalitas adalah :
1.      Terdapat data residual dari model regresi yang memiliki nilai data berada jauh dari himpunan data atau data ekstrim(outliers), sehingga penyebaran datanya menjadi non-Normal
2.      Terdapat kondisi alami dari data yang pada dasarnya tidak berdistribusi Normal, berdistribusi lain, seperti : distribusi binormal, multinormal, eksponensial, gamma, dll.

r. Bagaimana cara mendeteksi masalah normalitas?
Jawab : Beberapa cara dapat dilakukan untuk melakukan uji normalitas, antara lain:
1) Menggunakan metode numerik yang membandingkan nilai statistik, yaitu antara nilai median dengan nilai mean. Data dikatakan normal (simetris) jika perbandingan antara mean dan median menghasilkan nilai yang kurang lebih sama. Atau apabila nilai mean jika dikurangi nilai median menghasilkan angka nol. Cara inidisebut ukuran tendensi sentral (Kuncoro,2001: 41).
2) Menggunakan formula Jarque Bera (JB test), yang rumusnya tertera sebagai berikut:
 
dimana:
S = Skewness (kemencengan) distribusi data
K= Kurtosis (keruncingan) Skewness sendiri dapat dicari dari formula sebagai berikut:
 
Kurtosis dapat dicari dengan formula sebagai berikut:
 
3) Mengamati sebaran data, dengan melakukan hitungan-hitungan berapa prosentase data observasi dan berada di area mana. Untuk menentukan posisi normal dari sebaran data, langkah awal yang dilakukan adalah menghitung standar deviasi. Standar deviasi dapat dicari melalui rumus sebagai berikut:
 
s. Apa konsekuensi dari adanya masalah normalitas dalam model?
Jawab : Dalam pengujian normalitas mempunyai dua kemungkinan, yaitu data berdistribusi normal atau tidak normal. Apabila data telah berdistribusi normal maka tidak ada masalah karena uji t dan uji F dapat dilakukan (Kuncoro, 2001: 110). Apabila data tidak normal, maka diperlukan upaya untuk mengatasi seperti: memotong data yang out liers, memperbesar sampel, atau melakukan transformasi data.

t. Bagaimana cara menangani jika data ternyata tidak normal?
Jawab :
  1. Mengidentifikasi dan, jika mungkin, menentukan alasan data tidak normal dan mengatasinya. Karena ketika data tidak terdistribusi normal , penyebab non - normalitas harus ditentukan dan tindakan perbaikan yang tepat harus diambil
  2. Gunakan alat yang tidak memerlukan asumsi normalitas. Karena, beberapa alat statistik tidak memerlukan data terdistribusi normal                                                                                                
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

EKONOMETRIKA

EKONOMI MANAJERIAL